Ikan Paus adalah binatang mamalia istimewa untuk orang Sabu. Setiap kali ada Ikan Paus yang mati dan terdampar, ia diperlakukan layaknya seorang manusia yang meninggal. Wini Wara Tada atau rumpun keturunan Wara Tada harus datang membentangkan kain setiap kali ada Ikan Paus yang mati di perairan Sabu. Apa yang membuat Ikan Paus istimewa bagi orang Sabu?
Homa Lo dan Tada Lo
Homa Lo (Makoli Homa) dan Tada Lo (Nakoli Homa) adalah kakak beradik yang menikah dan mempunyai anak. Pada masa itu, manusia belum mengenal ‘rasa malu’. Oleh karena itu, pernikahan antara saudara kandung adalah hal yang wajar. Homa Lo dan Tada Lo mempunyai seorang anak laki-laki yang bernama Koli Homa, atau Koli anak Homa.
Tak lama kemudian, Nakoli Homa mengandung anak kedua mereka. Tapi pada saat itu Makoli Homa harus pergi merantau ke Pulau Dana. Ia pergi mencari manila kepida untuk wudu leko koko ana. Ini biasa disebut muti atau biji kalung untuk perhiasan leher pada laki-laki.
Sebelum pergi, Makoli Homa berpesan kepada istrinya. Katanya, “Aku akan pergi ke Pulau Dana. Jika nanti anak dalam kandunganmu lahir sebagai anak laki-laki maka jagalah dia. Dia akan menjadi kawan untuk Koli Homa.” “Tetapi, jika yang lahir adalah anak perempuan, kamu harus mencekik dia di lehernya dan kamu harus membuangnya ke dalam arus banjir. Biarkan banjir membawa dia ke laut.” Setelah mengatakan pesannya, Makoli Homa pergi.
Tahukah kamu?
Orang Sabu selalu memanggil seseorang dengan nama kesayangan (ngara wadje). Bagi orang yang sudah memiliki anak, nama kesayangannya juga akan berubah.
Seperti Homa Lo dan Tada Lo yang memiliki anak bernama Koli. Homa Lo akan dipanggil dengan sebutan Ama (=ayah) Koli Homa yang disingkat menjadi Makoli. Istrinya akan disebut Ina (=ibu) Koli Homa, singkatnya Nakoli.
Kelahiran Wara Tada
Nakoli Homa akhirnya melahirkan. Bayi yang dilahirkannya adalah bayi perempuan. Ia ingat pesan suaminya, tetapi ia tidak mau membunuh anak itu. Lalu ia memberi nama anak itu Wara. Karena anak itu tidak diinginkan suaminya, ia memberikan namanya sebagai nama belakang.
Anak perempuan ini bernama Wara Tada. Dia tidak hidup seperti anak-anak lain. Ibunya menyembunyikan dia di bagian atas rumah yang disebut dammu. Setiap pagi, Nakoli Homa menyimpan satu piring nasi di dammu untuk makanan Wara Tada.
Makoli Huma pulang dan bertanya pada istrinya, “Bagaimana? Apakah sudah ada dua orang anak laki-lakiku sekarang?” Nakoli Homa menjawab, “Koli Homa tetap sendirian, bayi yang kulahirkan perempuan. Aku sudah mencekik dan membuangnya seperti pesanmu. Makoli Homa tenang dan melanjutkan pekerjaannya.
Makoli Menemukan Wara Tada
Makoli Homa curiga karena setiap hari istrinya meletakkan makanan di dammu rumah mereka. Ia pun akhirnya naik ke atas dammu dan ia melihat Wara Tada. Ia segera turun dan mencari istrinya, “Ternyata anak yang kamu buang itu ada di sini. Jadi kamu menamai dia dengan nama apa?” tanyanya. Nakoli Homa menjawab, “Karena kamu tidak menginginkan anak ini, jadi aku menamai dia Wara Tada.” Makoli Homa pun marah, “Kalau begitu anak ini tidak boleh ada di dalam rumah ini!” Nakoli Homa hanya bisa pasrah.
Makoli Homa mulai mengasah parangnya dan memanggil Wara Tara. Iya memanggil nama Wara Tada 3 kali namun tidak ada balasan. Di teriakan yang keempat, Wara Tada menjawab, “Ada apa ayah?” katanya. Makoli Homa memanggilnya turun. Wara Tada menjawab, “Saya belum bisa turun karena saya belum memakai kain.” Makoli memanggilnya lagi dan Wara Tada menjawab, “Saya belum bisa turun, saya belum menyisir rambut.” Makoli memanggilnya kembali dan ia menjawab lagi, “Saya belum bisa turun, saya belum memakai kiju poi (jepit rambut).” Untuk terakhir kalinya Makoli berteriak, “Wara Tada! Turun ke sini!”
Wara Tada akhirnya turun dengan nyanyian pilu: ngadde nehedui tao ama doke juddi lidu rue matu a’do mau ama doke judo ludi rai doke matu (artinya: benar-benar saya mendapat siksaan karena perbuatan seorang ayah yang seharusnya memberikan kasih sayang). Wara Tada berkata pada ayahnya, “Sekarang ayah sudah bisa membunuh saya.” Makoli Homa menjawab, “Saya tidak akan membunuh kamu di sini, nanti rumah saya kotor!”.
Makoli Homa mendorong Wara Tada keluar rumah. Cicak yang melihat pun ikut bertanya, “Aduh, kenapa kamu menarik anakmu dengan membawa parang panjang? Bukankah seharusnya kamu sayangi anak itu?” Pertanyaan cicak juga dilantunkan oleh binatang-binatang di rumah Makoli Homa. Mulai dari ayam, babi, domba, anjing hingga kuda dan burung tekukur.
Makoli Homa menyeret Wara Tada sampa ke Lie Gea. Tiba-tiba Wara Tada berteriak kepada ayahnya, “Ada suara seperti kuda merintih dan orang-orang yang sedang berkelahi!” Seketika ayah Wara Tada menoleh ke belakang. Saat itulah Wara Tada melompat ke dalam laut. Makoli Homa berusaha untuk memenggal Wara Tada dengan parang dan mengenai sedikit bagian kepala Wara Tada. Tapi darah yang keluar dari kepala Wara Tada berubah menjadi emas. Wara Tada terus menyelam ke dalam laut hingga ia kehabisan tenaga. Saat itulah ia bertemu dengan seekor ikan paus yang memberikannya tumpangan hingga ke sebuah daratan. Akhirnya Wara Tada selamat. Nama ikan paus itu adalah Lungi Rai. Oleh karena itu Wara Tada diganti namanya menjadi Iwa Lungi, yaitu Iwa anak Lungi. Wara Tada hidup dan beranak cucu. Karena kisah inilah seluruh keturunan Wara Tada atau yang disebut Wini Wara Tada akan menyematkan kain setiap kali ada ikan paus yang mati dan terdampar di Pulau Sabu.